Puisitentang Puasa . 18 April 2021 12:17 Diperbarui: 18 April 2021 12:48 238 5 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto www.tribunnews.com. PUISI TENTANG PUASA. air hujan deras mengucur keras dari langit hitamlegam sesekali petir berkilat dengan suara menggelegar kata bmkg hujan disertai badai dan petir akan datang Puisitentang Ramadhan Terbaik. Berikut kumpulan puisi Ramadhan yang menyentuh hati yang bisa kamu baca agar tidak menyia-nyiakan bulan ini. 1. Ramadhan Di Kampung. Bila Ramadhan tiba. Meneteskan air mata. Semua orang bergembira. Menyambut ibadah puasa. Orang sekampung berbahagia. Kumpulanpuisi sufi Jalaludin Rumi dan syair tentang agama dan kehidupan. Setelah kata kata Jalaludin Rumi dalam bentuk puisi cinta dan sajak tasawuf, maka kali ini adalah syair sufi tentang kehidupan dan kata bijak Jalaludin Rumi tentang agama dalam bentuk puisi sufi. Jadi apa itu sufi, berdasarkan wikipedia pengertian sufi adalah penyebutan Rumimengajak kita untuk melangkah lebih jauh, memaknai puasa secara transendental. Dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda, Rumi memandang puasa sebagai "jamuan rohani". Yaitu, asupan gizi yang sangat dibutuhkan jiwa manusia untuk menajamkan spiritualitasnya. Inilah puasa sebenarnya, bukan hanya sekedar tidak makan dan minum. PuisiRumi Tentang Puasa. 13 February 2022 Tulisan Bermakna 1. Sehingga kita dapat bertemu pada "suatu ruang murni" tanpa dibatasi berbagai prasangka atau pikiran yang gelisah. Dalam kitab yang satu dia menjadikan asketisme dan puasa sebagai sumber penyesalan dan syarat keselamatan. Kata Mutiara Jalaludin Rumi Tentang Istri Durhaka Puisi. Niatpuasa khamis niat puasa sunat isnin khamis aku islam simak ulasan tentang niat puasa wajib bulan ramadhan dan niat puasa sunnah yang . "whatever is prayed for at the time of breaking the fast is granted and never refused.". Niat puasa isnin dan khamis dalam rumi. Lafaz Niat Puasa Sunat Isnin Dan Khamis Sartnics from i0.wp.com kvkc. Puisi Ramadhan dan Corona Singkat, Sedih, Menyentuh Hati Telah lama kita menunggu bulan Ramadhan. Mengenang kembali Kerinduan dan kesyahduan. Kita beribadah bersama keluarga, masyarakat, tetangga, Negara, Bahkan bersama orang-orang sedunia. Namun Ramadhan tahun ini agak berbeda. Di tengah melandanya virus Corona. Kita tidak lagi bisa bersama-sama berbuka, di masjid seperti biasanya. Akan tetapi kita beribadah di rumah masing-masing. Buka bersama keluarga, shalat tarawih di rumah saja, begitu tadarus dan kegiatan-kegiatan lainnya. Kita akan selalu mengenang Ramadhan di tahun ini. Sebab manusia yang biasanya keluar rumah berjalan jalan, kini mereka harus tinggal di rumah masing-masing. Puisi Ramadhan Yang Kurindu Lama sudah aku menunggu Suasana Ramadhan yang begitu syahdu Mendekatkan diri kepada rabbul Izzati Sepanjang siang sepanjang hari. Bila magrib telah tiba Dan adzan telah berkumandang Di sanalah nikmat mulai terasa Seteguk air hilangkan dahaga. Bersama-sama buka puasa Bersama handai taulan dan keluarga Segenap jiwa merasa bahagia Atas nikmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tarawih Tadarus Di surau yang kecil itu Ketika masa kanak-kanak dahulu Di sana lah kami belajar Shalat Tarawih di bulan Ramadhan. Surau kecil begitu ramai Berkumpul semua tetangga Shalat tarawih berjamaah Rasa hati begitu damai. Jika tarawih telah selesai Berkumpul kami mengambil Alquran Duduk kami melantunkan satu juz hingga usai. Itulah kenangan dahulu Di surau kecil penuh kenangan Diterangi oleh lampu Lampu minyak cahaya Temaram. Puisi Ramadhan Di Kampung Bila Ramadhan tiba Meneteskan air mata Semua orang bergembira Menyambut ibadah puasa. Orang sekampung berbahagia Masjid-masjid bersih semua Demi menyambut tamu mulia Bulan Ramadhan yang penuh berkah. Ramai masjid dan mushola Berkumpul ramai anak muda Datang lebih awal orang orang tua Untuk menikmati ibadah bulan puasa. Dari rumah terdengar lantunan Orang-orang yang membaca Alquran Seluruh kampung mendapat keberkahan Dengan datangnya Bulan Ramadhan. Ramadhan dan Corona Tahun ini tahun yang berbeda Walau Ramadhan telah tiba Semua karena virus Corona Yang sedang melanda seantero dunia. Masjid-masjid lebih sepi Orang-orang mengurung diri Beribadah di dalam rumah Agar korona tidak tersebar ke mana-mana. Mari kita berdiam diri Jangan sembarangan pergi pergi Sebab corona bisa menyakiti Siapa saja di negeri ini. Banyak Berdoa Di Bulan Ramadhan Jangan tinggalkan puasa Ramadhan Walaupun apa yang terjadi Ini adalah kesempatan Untuk kita perbaiki diri. Tinggalkan segala maksiat Jangan pernah diteruskan Supaya jangan kita tersesat Buka lembar dosa terjerumuskan. Walau banyak salah dan dosa Datanglah kita kepada-Nya Memohon ampunan Dari segala kesalahan Banyak-banyak kita berdoa Untuk dunia dan akhirat kita Semoga kita diberi kemudahan dalam ibadah dan kehidupan. Puisi Larangan Mudik Pemerintah telah menetapkan bahwa pada tahun ini masyarakat dilarang mudik. Terutama mereka yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, seperti Bekasi, Depok, Bogor. Hal tersebut bertujuan agar mata rantai virus korona dapat diputus. Tentunya larangan ini merupakan sesuatu yang menyedihkan. Karena sebagian kita tidak bisa berkumpul lagi dengan keluarga yang ada di kampung. . . Tak Bisa Pulang Kampung Gagal sudah semua rencana Pulang kampung di bulan puasa Untuk menemui orang tua Memberi hadiah kepada saudara-saudara. Sedih di hati mulai terasa Menitik pula air mata Dengan saudara tak bisa bersua Padahal rindu menggebu di dalam dada. Kalau pulang kampung dipaksakan Akan tersebar virus corona Mata rantai tak terputuskan Pandemic Corona tak sudah-sudah. Jangan Mudik Saudara-saudaraku yang di rantau Tentu engkau dilanda rindu Pada suasana desa Kampung tempat lahirmu. Kami juga sudah rindu Lama rasanya tak bertemu Tapi tahan lada terlebih dahulu Sebab korona belum berlalu. Kalau aturan tak diindahkan Virus Corona makin tersebar Sudah banyak kematian Harap engkau memilih sabar. Jangan engkau mudik dahulu Sebelum virus Corona berlalu Begitulah cara kita menjaga Orang-orang yang kita cinta. Puisi Ramadhan Yang Sedih Ramadhan telah datang lagi Tak terasa setahun telah berlalu Duduk termenung di hari ini Rupanya telah tua usiaku. Belum banyak amal ibadah Yang kupersembahkan kepada-Nya Ku terima segala nikmat-Nya Sedangkan aku mengirimkan dosa. Bulan suci Ramadhan Janji di hati untuk berubah Kepadanya aku memohon Mengampuni segala salah. Khilaf dan Dosa Ya Allah Ramadhan-Mu telah kembali Mengapa jiwaku yang begitu sepi Tertutupi debu-debu dosa Dipenuhi nafsu angkara murka. Diantara milyaran manusia Inilah aku seorang hamba Yang berjalan tertatih-tatih Menujumu walaupun sedih. Aku tahu Engkau penyayang Namun diriku mengabaikan Aku tahu azab yang Pedih Namun diriku sibuk dengan dunia ini. Ampunilah dosa-dosaku Khilaf dan dosa yang menggunung Kepada siapa lagi aku mengadu Aku tersesat hatiku bingung. Pada-Mu jua aku kembali Meletakkan segala Harapan Perih hati karena dosa Yang kuharap adalah ampunan. Ramadhan Harapan Ketika senja telah tiba Ramadhan berkah mulai menyapa menjadi sebuah harapan tuk segenap, seluruh insan. Letih sudah jiwa ini Menapaki hari-hari Bergelimang dengan dosa Membuat jiwa penuh nestapa. Kuatkan diriku untuk hijrah Tancapkan keyakinan pada diri hamba tentang janjimu yang Engkau sampaikan. Bahwa betapapun aku berdosa Kan kau berikan ampunan. Harapan Tuk Berbagi Maaf Bulan suci telah datang Keberkahan telah menjelang Ketika senja memerah Di situlah awal bulan puasa. Dari hati yang paling dalam Kami sekeluarga mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan Kepada saudara mohon kemaafan. Mari sambut bulan yang suci Bersihkan diri dari iri dengki Ganti dengan kasih sayang Kepada sesama kita mendoakan. Kumpulan Puisi Ramadhan 2020 Menyambut bulan Ramadhan, dan tentunya gembira. Inilah bulan di mana dibuka pintu surga. Alangkah betapa mereka yang berbuat dosa, tak merasakan nikmatnya bulan mulia. Janganlah kita angkuh. Bukankah sebentar lagi kejayaan kita akan runtuh? Berikut ini puisi dengan berbagai tema di bulan orang Ramadhan. Semoga dengan puisi ini akan menambah semangat beribadah. . . Inilah Hamba-Mu Ya Allah Inilah hambaMu datang kembali Dengan jiwa yang penuh luka Dipenuhi dengan debu-debu dosa. Aku tersesat jauh sekali Kusangka dirimu mengejar kebahagiaan Rupanya hanya fatamorgana Dan juga kesengsaraan. Semakin jauh dari diri-Mu Semakin jauh dari ketenangan Hanya bersahabat dengan kegelisahan Dan Ambisi yang tak pernah padam. Kemana lagi kaki melangkah Sedangkan umur terus mengajar Raga semakin tergerus usia Tak lama lagi datang senja Kepada-Mu jua aku kembali Entah esok atau lusa Tak mampu aku kembali Kepada alam dunia. Selanjutnya Ramadhan Bikin Nangis Puisi Idul Fitri . . Meskipun dalam keadaan yang memprihatinkan, tetaplah kita bersyukur. Semoga kumpulan puisi ramadhan di atas, salah satu cara untuk menghibur. Sedentum datangnya, tenang dirasa Sepercik perginya, hilang bermasa Halakan tinggi, tiada terperi Puncaknya iman, tinggalkan diri Bukan nak membandingkan dua kata “puasa” dan “puisi” dalam tulisan ini. Apalagi nak menyamakannya, tentu tak kan sampai sebab beda makna dan tentu saja beda secara hakikat. Meskipun dua kata tersebut, hanya dibedakan pada dua bunyi huruf vokal “a” dan “i” saja. Tetapi agaknya, bila memandangkan pada sisi proses menjalaninya, bolehlah diuraikan kesamaan yang ada. Pada dasarnya, kedua kata ini menurut hemat saya, memiliki muara yang seharusnya sama. Menggenang ia di hamparan rasa. Rasa hening, senyap, takzim yang serba memuncak dan disitulah momen esetetiknya. Sejatinya, setiap momen estetik yang ditangkap, dijalani, diyakinkan dapat dijadikan sarana untuk menggapai pengalaman religius. Ada momen yang berbeda dari keseharian kita, pabila berpuasa dan juga berpuisi. Keduanya, puasa dan puisi hendaknya dijalankan dengan penuh penghayatan dan pengalaman. Sehingga menjadikan tiap laku dalam proses tersebut mendatangkan kebaharuan dan kesegaran jiwa. Puasa dijalani sebagai ibadah di bulan Ramadan, dengan segenap penghayatan diri dalam melakukannya, termasuk ibadah-ibadah yang turut serta di hari baik dan bulan baik tersebut. Dengannya maka mendatangkan pengalaman hidup yang serba optimis, nyaman dan damai. Puisi dihadirkan sang penyair juga demikian, penghayatan akan tiap-tiap momen kehidupan, dirasakan, disarikan, diekstrak menjadi bahasa-bahasa puitik untuk membangkitkan atau bahkan merefresh pengalaman-pengalaman hidup baik bagi diri penyair, pun bagi pembaca. Ketika sedang berpuasa, kita diwajibkan menahan diri. Menahan mulut untuk tidak mengumbar kata-kata yang tidak perfaedah, perbanyak zikir,doa dan tadarus, mempercakapkan hal-hal yang serba ranum dan indah dalam pencapaian hakiki. Menahan telinga dari mendengar kabar-kabar yang tidak baik, mendekatkan pendengaran pada gelombang suara yang memilik frekuensi serba keesaan. Menahan hidung dari membaui hal yang membangkitkan selera, mengakrabi keharuman akhirat ketimbang duniawi. Menahan lapar dan haus, agar sisi di dalam diri terbangun dengan segala kepekaan terhadap alam dan sekitarnya. Menahan hati dari serbuan godaan nafsu, memagarinya dengan segenap kerelaan dan keihklasan dalam menjalani ibadah yang kesemuanya mengarah vertikal. Disinilah puncaknya, kenikmatan yang maha nikmat. Proses kelahiran puisi, sejatinya juga demikian, menurut fikir hamba yang fakir ini. Semua bermula dari penahanan seluruh indra yang dimiliki terhadap selerak fenomena yang wajib untuk disingkap dan disimpan. Dalam proses penahan itulah kemudian, semuanya dikemas, diolah agar kemudian bait-bait yang lahir dari getaran di dalam, sehingga yang tampak tersusun kemudian tidak hanya keindahan bunyi belaka, tidak permainan kata semata, akan tetapi juga adalah sumber getaran itu sendiri. Di sini jualah kenikmatan yang sesungguhnya dapat dirasa dari kelahiran puisi. Bukan pada decak kagum, tepuk tangan, komentar pujian, bahkan cacian dan hinaan yang kesemua itu pun perlu proses penahanan diri menerimanya agar kejujuran dalam membahasakannya tidak tergadai. Agar puisi yang lahir tidak semata-mata hanya karena telah berhasil memilih kata-kata puitik belaka. Serupalah berpuasa, bila tidak mampu menahan diri, hanya akan mendapat sebatas haus dan lapar saja. Dengan demikian, dapat pula dikatakan berpuasa dan berpuisi adalah titik di mana pengalaman religius seseorang sedang ditempa. Menghidupkan fantasi tentang sesuatu yang jauh, yang kekal, yang serba maha. Semuanya menggenang dalam pengalaman batin seseorang yang sanggup menjalaninya. Kedua proses itu pun kemudian dijalani sekaligus mempertegas subjek yang tampil sebagai si penghayat kehidupan itu sendiri. Bukankah proses yang coba dipaparkan di atas, kiranya akan membawa seseorang pada transformasi batin dan penyempurnaan rohani. Hal ini, bila tak salah dikatakan sangatlah dekat dengan ajaran-ajaran tasawuf sufi, mengedepankan nilai-nilai kearifan dan kebaikan di dalam aspek kehidupan, baik yang bersifat ibadah maupun muamalah. Tak heran kemudian ada banyak penyair sufi besar dalam sejarah Islam memuat prihal puasa di dalam abit-bait puisinya. Sebut saja salah satunya, Maulana Jalaluddin Rumi. Mengutip penggal puisi dalam kitab “Matsnawi,” Rumi pernah menulis tentang esensi puasa. Ketika mulut ini tertutup, maka akan terbukalah mulut lainnya // Untuk bersiap menerima jamuan-jamuan rahasia Jilid III, bait 3747. Secara sederhana dapat dijelaskan dari bait di atas, bahwa tatkala kita berpuasa, menjadi kewajiban untuk menahan atau menutup mulut lahiriah kita, artinya tidak makan dan minum sampai batas waktu yang telah ditentukan. Terang di bait tersebut, Rumi menyatakan, tatkala mulut lahiriah kita tertutup, maka mulut batiniah kita akan terbuka. Tafsir sederhanya, terkait dengan jamuan-jamuan rahasia dalam puisi di atas adalah bisa saja jamuan yang bersifat rohani, yang jauh lebih nikmat dari sekadar hidangan juadah makanan dan minuman. Dengan demikian, esensi puasa bagi penyair adalah untuk mencapai tersingkapnya penghalang yang menutupi penglihatan batin manusia. Dengan berpuasa, mata batin dan kepekaan manusia kiranya akan lebih terasah dan tajam sehingga hikmah-hikmah tentang hidup dan kehidupan dengan lebih mudah kita dapatkan. Selain Maulana Jalaluddin Rumi, penyair Syekh Hamzah Fansuri juga banyak menulis tentang anjuran untuk berpuasa dalam puisi-puisinya. Mengutip penggal puisi dalam kitab “Asrar al-’Arifin”, Syekh Hamzah Fansuri menuliskan jangan bermaqam di ubun-ubun atau di pucuk hidung // atau di antara kening atau di dalam jantung // sekalian itu hijab kepada Dzat-Nya. Atau dalam bait yang lain Hamzah Fansuri juga menegaskan “hapuskan akal dan rasamu //lenyapkan badan dan nyawamu // pejamkan hendak kedua matamu // sana kau lihat permai rupam.” Penggal bait pertama dari puisi di atas dapat dimaknai bahwa upaya mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dicapai dengan cara melawan hawa nafsu. Nafsu yang bermaqam di ubun-ubun atau mengisyaratkan berupa pikiran liar atau buruk ataupun nafsu di pucuk hidung atau segala yang berkaitan dengan aroma dari tangkapan penciuman termasuk di dalamnya makanan dan minuman. Pada penggal bait yang kedua yang dikutip, hapuskan akal dan rasamu, merujuk pada pikiran buruk dan nafsu yang berkaitan dengan rasa alami manusia. tersebab, hal-hal itu adalah penghalang untuk lebih dekat kepada Allah. Sedangkan untuk mengetahui ”rahasia-rahasia” Allah, tutuplah mata yang kasat ini, maka akan terang dilihat siapa diri sesungguhnya di dahapan Sang Pencipta yaitu manusia yang lebih baik, manusia yang jauh lebih elok, di sisi Allah maupun di mata sesama manusia. Tamsilan puisi di atas menurut hemat hamba, mampu mengajak kita untuk mengolah rasa cinta bagi penulis dan juga pembaca. Dengan demikian, tatkala para penyair sufi menulis puisi tentang puasa, puisi-puisi tersebut bertujuan diantaranya agar membangkitkan ilham pembaca melalui penafsiran rohaniahnya. Diharapkan pula pembaca tergugah untuk menyelami esensi dari ibadah puasa. Tulisan ini disudahi dengan keterbatasan pemahaman lainnya yang barangkali bisa saja lebih mendalam. Tetapi sepertimana yang telah disampaikan di awal kata, upaya untuk menelisik persamaan dalam hal proses di antara keduanya adalah upaya diri penulis untuk lebih bisa menjalani ibadah puasa di tahun ini lebih baik sekaligus memperkuat kehendak berpuisi dalam diri agar mampu melahirkan kreatifitas yang lebih bermanfaat. Apalagi misalnya, dalam “pembacaan” hamba, memang sudah dua tahun belakangan, ibadah puasa di bulan Ramadan menjadi agak lebih berat diakibatkan masa pandemi dan juga wacana-wacana keIslaman yang disuguhkan ke publik, cukup membuat kita selaku masyarakat awam merasa tidak nyaman. Demikian juga halnya dengan berpuisi, khususnya bagi diri, adakalanya menulis dirasa lepas dari esensi. Untuk itulah tulisan ini dirangkai. Wallahualambissawab. Demikian fikir dirangkai Banyak hal pula belum terungkai Hanyalah diri hendak memulai Kurangnya jangan, diintai-intai Jefri al Malay Sastrawan Riau. Berkhidmat sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Prodi Sastra Melayu Universitas Lancang Kuning. MINEWS, JAKARTA – Siapa tak kenal Maulana Jalaluddin Rumi. Sufi besar yang bukan hanya diagungkan umat Islam, tapi juga seluruh dunia. Syair-syairnya yang penuh makna, memberi udara segar bagi jiwa-jiwa yang rapuh, menjadi mata air bagi hati yang kering. Menyambut Ramadan, banyak sekali nasihat-nasihat Rumi seputar puasa. Tentunya, dengan kata-kata yang indah dan makna yang dalam, hasil perenungan Sang Sufi. Berikut puisi paling sejuk dari Jalaluddin Rumi, untuk semua umat Islam yang berpuasa Ada rahasia tersimpan dalam perut ini cuma alat musik petik,tak lebih dan tak kotak suaranya penuh, musik pun Bakarlah habis segala yang mengisi kepala dan perutdengan menahan lapar, makasetiap saat irama baru akan munculdari api kelaparan yang nyala Ketika seluruh hijab habis terbakar,keperkasaan baru akan membuatmu melejitberlari mendaki setiap anak tanggadi depanmu yang Jadilah kosong,lalu merataplahseperti indahnya ratapan bambu serulingyang ditiup pembuatnya. Lebih kosong,jadilah bambu yang menjadi kalam,tulislah banyak Ketika makan dan minum memenuhi dirimu,iblis akan duduk di singgasanatempat jiwamu semestinya dudukbagai sebuah berhala buruk dari logamyang duduk di Ka’bah. Ketika kau berpuasa menahan lapar,sifat-sifat baik mengerumunimubagai para sahabat yang ingin membantu. Puasa adalah cincin melepasnya demi segelintir kepalsuan,hingga kau hilang kekuasaan. Namun andai pun kau telah melepasnya,hingga hilang seluruh kemampuan dan kekuatan,berpuasalah mereka akan datang lagi kepadamu,bagai pasukan yang muncul begitu saja dari tanah,dengan bendera dan panji-panji yang berkibaran megah. Sebuah meja akan diturunkan dari langitke dalam tenda puasamumeja makan Isa. Berharaplah memperolehnya,karena meja ini penuh oleh hidangan lain,yang jauh, jauh lebih baikdari sekedar sup kaldu sayuran. SUFISME atau tasawuf merupakan ajaran Islam yang di dalamnya mengandung teori dan praktik-praktik spiritual untuk membersihkan jiwa tazkiyah an-nafs, terutama dari nafsu yang berpotensi mendekatkan manusia pada keburukan. Tasawuf merupakan jalan rohani yang ditempuh melalui medium dan ritual tertentu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah tasawuf banyak disampaikan dan ditulis dengan media/bahasa puisi. Misalnya, yang dilakukan oleh penyair-sufi Persia Maulana Jalaluddin Rumi dan penyair-sufi Aceh Syekh Hamzah Fansuri. Puisi sering dijadikan sebagai media ungkap kaum sufi. Sebab, segala bentuk keindahan diyakini dapat dijadikan sarana untuk menggapai pengalaman religius. Selain dengan puisi, musik dan tarian juga sering dijadikan media ekspresi dari perjalanan spiritual kaum tasawuf kaum sufi erat kaitannya dengan nilai-nilai kearifan dan kebaikan yang akan membawa manusia pada transformasi batin dan penyempurnaan rohani. Kandungan ajaran kaum sufi mencakup berbagai aspek dalam kehidupan, baik yang bersifat ibadah maupun muamalah. Mulai dari zikir, meninggalkan maksiat, menjaga akhlak, termasuk yang berkaitan dengan tema Jalaluddin Rumi, salah satu penyair-sufi terbesar dalam sejarah Islam, banyak menyebut puasa dalam puisi-puisinya. Dalam kitab Matsnawi, Rumi menulis tentang esensi puasa Ketika mulut ini tertutup, maka akan terbukalah mulut lainnya/Untuk bersiap menerima jamuan-jamuan rahasia Jilid III, bait 3747; Dan Kekuatan Jibril itu bukanlah dari dapur Jilid III bait 6.Ketika berpuasa, kita diwajibkan menutup mulut lahiriah kita tidak makan dan minum. Menurut Rumi, ketika mulut lahiriah kita tertutup, maka mulut batiniah kita akan terbuka. Dengan demikian, yang dimaksud Rumi sebagai jamuan-jamuan rahasia dalam puisi di atas adalah jamuan yang bersifat rohani, yang jauh lebih nikmat dari sekadar hidangan makan dan minum. Maka bagi Rumi, esensi puasa adalah untuk mencapai kashf, yaitu tersingkapnya hijab atau penghalang yang menutupi penglihatan batin manusia. Dengan berpuasa, mata batin dan kepekaan kita akan lebih terasah sehingga hikmah-hikmah tentang kehidupan akan lebih mudah kita peroleh. Dalam bait yang lain, Rumi menulis bahwa Kekuatan Jibril itu bukanlah dari dapur. Makna dari bait tersebut adalah bahwa untuk mendekati kehidupan malaikat, manusia harus menghindari dapur baca banyak makan, dengan kata lain harus berpuasa. Dalam khazanah tasawuf dikenal istilah alam malakut, yaitu alam yang dihuni oleh para malaikat dan an-nafs al-muthmainnah jiwa yang tenang—alam yang tingkat kedekatannya dengan Allah jauh lebih tinggi dari alam yang dihuni manusia. Bagi Rumi, dengan berpuasa, kita dapat mendekati alam malakut tersebut sehingga kita akan dapat mendekatkan diri kepada Maulana Jalaluddin Rumi, penyair-sufi asal Fansur Aceh yaitu Syekh Hamzah Fansuri juga banyak menulis tentang anjuran untuk berpuasa dan menjauhi hawa dalam puisi-puisinya. Dalam kitab Asrar al-’Arifin, Syekh Hamzah Fansuri menulis jangan bermaqam di ubun-ubun atau di pucuk hidung/ atau di antara kening atau di dalam jantung/ sekalian itu hijab kepada Dzat-Nya. Dan dalam bait yang lain beliau menegaskan hapuskan akal dan rasamu/ lenyapkan badan dan nyawamu/ pejamkan hendak kedua matamu/ sana kau lihat permai puisi-puisi Syekh Hamzah Fansuri, upaya mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dicapai dengan cara melawan hawa nafsu, baik itu nafsu yang bermaqam di ubun-ubun pikiran liar/buruk maupun di pucuk hidung segala yang berkaitan dengan aroma, termasuk di dalamnya makanan dan minuman. Hal itu dipertegas dalam bait yang lain, yaitu hapuskan akal dan rasamu, yang merujuk pada pikiran buruk dan nafsu yang berkaitan dengan rasa seperti makan, minum, maupun seks. Sebab, hal-hal tersebut adalah penghalang untuk lebih dekat kepada Allah taqarrub ila Allah maupun upaya untuk mengetahui ”rahasia-rahasia” Allah makrifatullah. Dengan menjauhi hal-hal tersebut, maka akan ”kau lihat permai rupamu”, yaitu kita akan menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang jauh lebih elok, baik di mata Allah maupun di mata sesama puisi, bagi Rumi, berfungsi untuk mengolah rasa cinta orang yang mendengar atau membacanya. Maka ketika para penyair sufi menulis puisi tentang puasa, puisi-puisi dari para penyair sufi tersebut diharapkan dapat membangkitkan ilham pembaca melalui penafsiran rohaniahnya. Dengan begitu, para pembaca tergugah untuk menyelami esensi semoga dengan berpuasa, kita dapat mendekatkan diri kepada Allah dan kita dapat memetik berbagai hikmah dalam kehidupan. *Alumnus Ponpes Darud Dakwah, Ambunten Tengah, Sumenep, dan Ponpes Darul ’Ulum Peterongan, Jombang. Dosen filsafat Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo, Semarang. Skip to content Belajar Makna Puasa dari Puisi-Puisi Rumi Siapa yang tak mengenal Jalaluddin Rumi, sufi dan pujangga besar yang tidak hanya digandrungi umat muslim tetapi juga masyarakat dunia. Annemarie Schimmel mencatat, tidak ada mistikus Muslim dan penyair dari dunia Islam yang dikenal di Barat sebaik Rumi. Karyanya telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dari Timur hingga ke Barat, seperti Indonesia, Mesir, Turki, India sampai Inggris, Jerman, Italia, dan Swedia . Puisi-Puisi Rumi membawa pesan cinta universal dan penuh makna. Karya-karyanya itu diungkapkannya dalam beragam ekspresi, serta mengandung nasihat yang dapat mendamaikan hati bagi para pembacanya. Dalam suasana Ramadhan ini kita dapat memetik mutiara puasa dari Rumi, sebagai bekal untuk lebih semangat menjalani ibadah khusus yang hanya diperuntukkan untuk Ilahi Robbi. Puasa; Melahirkan Cahaya Hikmah Ada yang terasa manis tersembunyi di balik laparnya lambung. Insan itu tak ubahnya sebatang seruling. Ketika penuh isi lambung seruling, tak ada desah rendah atau tinggi yang dihembuskannya. Diwan Syams, Gazal 1739 Dua potong bait puisi di atas, Rumi ingin memberi tahu kita bahwa puasa akan menghadirkan nikmat yang menyenangkan, tetapi itu khusus bagi mereka yang sungguh-sungguh dalam puasanya serta mengharap keridhaanNya. Rumi memakai simbol seruling untuk menggambarkan bahwa sesuatu itu bisa berbunyi mendendangkan suara indah ketika di bagian tengahnya kosong. Namun jika seruling telah terisi, ia tidak dapat bersuara, dengan nada tinggi ataupun rendah. Itu sebagaimana jika perut kita kenyang, malah menyebabkan rasa berat untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa atau perutnya dalam keadaan kosong meskipun jasmaninya terpenjara, namun secara ruhani sebenarnya ia telah bahagia karena sayap-sayap jiwanya menembus cakrawala. Puasa; Menyingkap Tabir menuju Ilahi Jika lambung dan kepalamu terasa terbakar karena berpuasa, apinya akan menghembuskan rintihan dari dadamu. Melalui api itu akan terbakar seribu hijab dalam sekejap, kau akan melesat naik seribu derajat dalam jalan dan cita-citamu. Bagi Rumi rasa dzauq puasa ini bagaikan api yang dapat membersihkan jiwa seseorang. Ketika seseorang berpuasa, ia melakukan upaya-upaya untuk melepaskan diri dari dominasi syahwat dan hawa nafsu, serta keinginan diri yang tidak sesuai dengan kehendak Allah yang sejatinya adalah upaya meniadakan diri, seperti menahan lapar dan haus, mengendalikan diri dari tingkah laku yang tidak terpuji. Hal itu sebagaimana kata Imam al-Ghazali bahwa makan dan minum adalah bahan bakar untuk menggerakkan mobil hawa nafsu seseorang, dan perut kenyang itu dapat menggerakkan dua syahwat yang berbahaya yaitu syahwat farji dan dan syahwat lisan. Sebaliknya ketika puasa orang dapat mematikan keinginan-keinginan nafsu ammarah diri yang memerintahkan keburukan. Mengutip Syeikh Abdul Qadir Jailani, sikap berlebihan dalam urusan makan dapat mematikan hati, memadamkan api rindu kepada Allah, dan meredupkan cinta yang hakiki kepadaNya. Tafsir al-Jailani, Juz I, hlm. 158 Dengan demikian menurut Rumi rasa lapar menjadi kendaraan yang mengantarkan tersingkapnya segala hijab yang telah menghalangi masuknya cahaya Ilahi. Hilangnya hijab itu menandakan tak ada yang menghalanginya lagi. Karena ia sudah terlepas dari kendali hawa nafsu dan syahwat, akan mudah bagi seorang abid melakukan perjalanan menuju Allah. Inilah yang dimaksudkan Rumi, puasa adalah jalan untuk menjadi orang yang bertaqwa QS. al-Baqarah [2] 183, dengan kata lain hamba yang taqwa adalah hamba yang telah kosong’ dari selain Allah. Menjadi Hamba yang Bertaqwa Al-Quran menyebutkan bahwa misi akhir puasa adalah supaya seorang hamba bertaqwa. Rumi telah menggambarkan bagaimana hakikat puasa yang merupakan salah satu bentuk pengosongan diri dapat mentransformasi jiwa seseorang yang hasilnya akan akan mewujud dalam dimensi spiritual transendental juga dimensi sosial. Pengertian al-Muttaqin hamba yang takwa di tataran batin adalah ia yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi dalam laku hidupnya, hamba yang sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah, dan telah sepenuhnya Allah jaga agar senantiasa ada di atas petunjukNya. Maka takwa merupakan puncak ketinggian rohani mereka. QS. al-Anfal [8] 29 Pada ayat yang lain Allah berfirman, ”Barangsipa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. QS. At-Thalaq [65] 2-3. Jika demikian Allah menjamin kehidupan dan masa depan orang bertakwa, lantas alasan apa lagi yang membuat kita tidak bergegas untuk menempuh jalan taqwa, yang tidak lain adalah sungguh-sungguh dalam berpuasa— berupaya mengosongkan diri, menafikan kehendak-kehendak nafsu dan syahwat. Wallahu a’lam. [AN] Sumber admin2023-04-05T182611+0700 Share This Post Related Posts Page load link Go to Top

puisi rumi tentang puasa